Rabu, 30 Juli 2025

Materi Workshop ART N CODING

Tulisan ini merupakan menjabaran materi e-book:

Naskah akademik pembeajaran koding dan kecerdasan artifisial pada pendidikan dasar dan menengah, Februari 2025

(lewat pendekatan berbasis projek Scratch sebagai media pemebelajaran tingkat SD mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 SD).

Untuk pelatihan guru SD di Sekolah Dasar Manaaratul Iman, Bandung
Rabu Kamis, 13,14 Agustus 2225

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan Tertentu. (Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003)

Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA) bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai konsep dan kompetensi tertentu sesuai tahapan perkembangannya.

Referensi:
UNESCO ICT Competency Framework for Teachers (2018), UNESCO AI Competency Framework for Students (2024), UNESCO K-12 AI Curricula (2022), dan Computer Science Teachers Association (CSTA) K-12 Computer Science Standards (2017).

Tahapan Kemampuan yang Dikuasai Peserta Didik (SD)

Koding:
1• Menghasilkan solusi untuk masalah sehari-hari secara terstruktur menggunakan alat bantu seperti balok susun atau kepingan gambar (Scratch).
    - mengenalkan aplikasi Scratch
        -- mengenal blok2 kode pada aplikasi Scratch
    - membuat urutan lankah-langkah 
(algoritma) membua kue 

Algoritma itu sebenarnya sesuatu yang sering kita lakukan setiap hari, lho.

Algoritma adalah langkah-langkah yang berurutan dan jelas untuk menyelesaikan sebuah masalah atau mencapai sebuah tujuan.

Sederhananya, algoritma itu seperti resep membuat kue.

  1. Siapkan bahan-bahan: tepung, gula, telur, dan air.Campurkan tepung dan gula.

  2. Masukkan telur, lalu aduk.

  3. Tuangkan air sedikit demi sedikit sambil terus diaduk.

  4. Panggang adonan sampai matang.

  5. Selesai! Kue siap disajikan.

Kalau ada salah satu langkah yang terlewat atau tidak urut, kuenya bisa tidak jadi atau rasanya tidak enak, kan? Nah, sama seperti itu, komputer juga butuh langkah-langkah yang jelas dan berurutan supaya bisa bekerja dengan benar.

Jadi, ketika kita mau menyuruh komputer melakukan sesuatu, kita harus memberikannya algoritma yang tepat. Komputer tidak bisa berpikir sendiri, jadi kita harus memberitahunya langkah demi langkah secara detail.

Beberapa contoh algoritma dalam kehidupan sehari-hari lainnya:

  • Algoritma membuat nasi: Cuci beras, masukkan air, lalu masak di rice cooker.

  • Algoritma menyeberang jalan: Lihat ke kiri, lalu lihat ke kanan. Kalau tidak ada kendaraan, baru boleh menyeberang.

  • Algoritma menggosok gigi: Ambil sikat gigi, oleskan pasta gigi, sikat gigimu, kumur, dan simpan kembali sikat gigi.


        -- contoh projek 1
    - membuat aplikasi yang bermanfaat menjawab masalah sehari-hari (aplikasi berhitung)
        -- contoh projek belajar berhitung, berhitung mundur

2• Menyusun langkah sistematis dan logis dengan kosakata terbatas atau simbol dari pengalaman (perintah sederhana/algoritma dasar)
    - membuat algoritma membuat pola pada projek:
        -- mengumpulkan buah yang sama
        -- menyusun angka
        -- belajar mencocokkan kata dan gambar

3• Menjalankan urutan instruksi bersyarat sederhana (baris-berbaris atau menggunakan program berbasis blok dengan logika percabangan dan pengulangan)
    - membuat animasi berjalan tapi jika terkena mouse pointer berhenti.
    - membuat animasi interaktif
    - membuat presentasi tugas sekolah

4• Memahami distopia teknologi.

Distopia teknologi adalah konsep atau gambaran masyarakat yang awalnya memiliki potensi untuk maju dan meningkatkan kualitas hidup manusia melalui kemajuan teknologi, namun justru berujung pada kondisi yang tidak diinginkan, menindas, atau bahkan menghancurkan. Singkatnya, teknologi yang seharusnya menjadi solusi, malah menjadi akar masalah yang menciptakan penderitaan, kontrol berlebihan, atau hilangnya kemanusiaan.

Ciri-ciri Distopia Teknologi
Beberapa ciri umum dari distopia teknologi meliputi:

  • Kontrol dan Pengawasan Berlebihan: Teknologi digunakan oleh pemerintah atau korporasi untuk memata-matai, mengontrol, dan memanipulasi setiap aspek kehidupan individu, seringkali dengan dalih keamanan atau efisiensi. Privasi menjadi sesuatu yang langka.

  • Kehilangan Kebebasan Individu: Otonomi dan hak asasi manusia terampas karena sistem yang didukung teknologi mendikte bagaimana orang harus hidup, berpikir, dan bertindak.

  • Kesenjangan Sosial yang Memburuk: Teknologi memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, menciptakan kelas masyarakat yang terpisah di mana hanya segelintir orang yang mendapat keuntungan dari kemajuan teknologi, sementara mayoritas tertindas atau terpinggirkan.

  • Ketergantungan Ekstrem: Manusia menjadi sangat bergantung pada teknologi hingga tidak bisa berfungsi tanpanya, bahkan untuk kebutuhan dasar. Ini bisa menyebabkan hilangnya keterampilan fundamental atau kemampuan berpikir kritis.

  • Dehumanisasi: Interaksi manusia digantikan oleh interaksi digital atau sistem otomatis, mengurangi empati, koneksi sosial, dan esensi kemanusiaan.

  • Lingkungan yang Rusak: Kemajuan teknologi tanpa pertimbangan ekologis dapat menyebabkan polusi parah, penipisan sumber daya, dan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki.

  • Informasi yang Dimanipulasi: Teknologi digunakan untuk menyebarkan propaganda, berita palsu (hoaks), dan memanipulasi opini publik, sehingga kebenaran menjadi relatif dan sulit ditemukan.

Mengapa Distopia Teknologi Penting?

Konsep distopia teknologi sering diangkat dalam karya fiksi (novel, film, game) sebagai peringatan bagi masyarakat. Karya-karya ini mengajak kita untuk merefleksikan potensi dampak negatif dari kemajuan teknologi jika tidak diatur, dikendalikan, dan dimanfaatkan secara bijak. Ini bukan berarti teknologi itu sendiri jahat, tetapi penyalahgunaan atau dampak yang tidak terduga dari teknologi bisa mengarah pada kondisi distopis.

Contoh Distopia Teknologi dalam Fiksi
Beberapa contoh terkenal dalam fiksi yang menggambarkan distopia teknologi antara lain:

  • Nineteen Eighty-Four (George Orwell): Menggambarkan masyarakat yang sepenuhnya dikendalikan oleh "Big Brother" melalui pengawasan tanpa henti (melalui layar televisi dua arah) dan manipulasi informasi.

  • Brave New World (Aldous Huxley): Masyarakat yang dikendalikan melalui rekayasa genetika, pengkondisian psikologis, dan pemberian obat kebahagiaan (soma), di mana teknologi digunakan untuk menciptakan stabilitas artifisial dengan mengorbankan kebebasan dan individualitas.

  • Fahrenheit 451 (Ray Bradbury): Dunia di mana buku dilarang dan dibakar karena dianggap memicu pemikiran independen, dengan teknologi (seperti televisi dinding raksasa) digunakan untuk mengalihkan perhatian dan mengontrol pemikiran masyarakat.

  • Black Mirror (Serial TV): Setiap episode mengeksplorasi skenario distopis yang berbeda, seringkali menyoroti bagaimana teknologi masa depan (media sosial, AI, virtual reality) dapat merusak kehidupan manusia dan moralitas.

  • The Matrix (Film): Manusia hidup dalam simulasi realitas yang diciptakan oleh mesin cerdas, sementara tubuh mereka digunakan sebagai sumber energi. Ini adalah contoh ekstrem di mana teknologi sepenuhnya menguasai manusia.

Dengan memahami distopia teknologi, kita diharapkan bisa lebih kritis dalam menerima dan mengembangkan teknologi, memastikan bahwa kemajuan tersebut benar-benar melayani kemanusiaan dan bukan sebaliknya.


Kecerdasan artifisial
• Memahami dampak kecerdasan artifisial dalam kehidupan sehari-hari
    -  
• Menggunakan kecerdasan artifisial dengan memegang etika (keadaban):
    1. kecerdasan artifisial tidak 100% benar; 
        -- komputer itu bodoh yang pintar adalah manusia
    2. perlindungan data pribadi;
        -- membuat akun Scratch dilarang pakai nama asli harus pakai nama samaran
    3. kecerdasan artifisial harus digunakan untuk kebaikan;
        -- croping gambar (removebg, membuat aplikasi ulangan, a[likasi absensi dll)
• Membedakan antara teknologi kecerdasan artifisial dan non kecerdasan artifisial;
    -- 
• Memahami konsep dasar input-proses-output
    -- aplikasi berhitung (2 variable dg nilai tertentu dijumlahkan atau dikurangkan)

Lingkup materi dan capaian belajar berdasarkan tahapan penguasaan kompetensi Koding dan KA tiap jenjang, maka dapat dirumuskan

Elemen pembelajaran sebagai berikut:
a. berpikir komputasional;
b. literasi digital;
    - belajar membuat prestsi projek tugas sekolah
    - belajar mencari bahan
    - belajar mmngolah bahan
    - belajar menyajikan bahan
    - belajar mengemas dengn menarik (art)
c. algoritma pemrograman;
    - membuat projek cerita --> urutan perbincangan dan sebab akibat
d. analisis data;
    - mengenal dan memahami blok my variable
    - mengenal dan memahami blok my a list
    - belajar menggunakan blok tersebut dalam projek Scratch
e. literasi dan etika kecerdasan artifisial; dan
    - belajar mencari bahan
f. pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan artifisial.
    - membuat aplikasi soal ulangan 

Tahapan Pembelajaran Informatika dan Koding dan KA:
- Informatika -->
Fondasi pemanfaatan perangkat komputasi secara bijak dan beretika. (pradasar/SD)
    -- Belajar Scratch sebagai pengasah logika berpikir
    -- Setiap ank punya cara meragkai ding masing-masing (coding beda, hasil sama)
- Koding dan Kecerdasan Artifisial --> 
Fondasi berpikir secara logis dan sistematis melalui berpikir komputasional, literasi digital, dan etika.
    -- Menanamkan etika lewat pembuatan projek Scratch
    -- Membuat projek yang bermanfaat

Elemen, Materi, dan Capaian
Belajar Koding dan KA
untuk Fase C (Kelas 5-6 SD):


1. Berpikir Komputasional
• Pemecahan masalah sehari-hari
        -- membuat projek obotik penyiram tanaman sera otomatis
        -- membuat  tempat sampah otomatis
        -- membuat projek abseens ekolah

• Pemrograman (tingkat pradasar)
    - Instruksi
        -- belajar menulis cara memasak mie goreng
    - Praktik pemrograman
        -- membuat projek sesuai minat siswa/i

2. Literasi Digital
• Manfaat dan dampak teknologi digital
    -- mudah mendapatkan materi pelajaran (reeferen) dari berbagai sumber
    -- saling berbagi ilmu (share)
• Produksi dan diseminasi konten digital (tingkat pradasar)
    -- 

Diseminasi konten digital
adalah proses penyebaran informasi atau materi dalam format digital ke khalayak luas melalui berbagai platform dan saluran online. Ini adalah upaya yang terencana dan terarah untuk memastikan konten yang dibuat (seperti artikel, video, infografis, podcast, postingan media sosial, dll.) dapat menjangkau target audiensnya, dipahami, dan bahkan dimanfaatkan.

Mengapa Diseminasi Konten Digital Penting?

Diseminasi konten digital menjadi sangat krusial di era informasi saat ini karena:

  • Jangkauan Luas: Internet memungkinkan konten menyebar ke audiens global dengan cepat, melampaui batasan geografis media konvensional.

  • Efisiensi Biaya: Dibandingkan dengan distribusi fisik, diseminasi digital seringkali jauh lebih hemat biaya.

  • Interaksi Langsung: Platform digital memungkinkan interaksi dua arah antara pembuat konten dan audiens (misalnya melalui komentar, likes, shares), membangun komunitas dan loyalitas.

  • Analisis Data: Hampir semua platform digital menyediakan data dan analitik yang memungkinkan pembuat konten melacak kinerja konten mereka, memahami audiens, dan mengoptimalkan strategi di masa mendatang.

  • Peningkatan Kesadaran dan Pemahaman: Dengan menyebarkan informasi secara efektif, diseminasi dapat meningkatkan kesadaran publik tentang suatu isu, produk, atau layanan, serta meningkatkan pemahaman mereka.

  • Membangun Reputasi/Brand Awareness: Diseminasi yang konsisten dan strategis dapat membangun citra positif dan meningkatkan pengenalan merek atau individu.

Bagaimana Cara Melakukan Diseminasi Konten Digital?

Diseminasi konten digital melibatkan beberapa langkah penting dan strategi:

  1. Pengembangan Konten: Pastikan konten yang dibuat berkualitas tinggi, relevan, dan menarik bagi target audiens.

  2. Pemilihan Saluran/Platform: Pilih saluran yang paling efektif untuk menjangkau audiens. Ini bisa meliputi:

    • Media Sosial: Instagram, Facebook, X (Twitter), TikTok, YouTube, LinkedIn, dll.

    • Situs Web/Blog: Publikasi artikel, infografis, atau halaman khusus.

    • Email Marketing: Mengirimkan newsletter atau pembaruan konten ke daftar pelanggan.

    • Platform Video/Audio: YouTube, Spotify, Podcast platforms.

    • Iklan Online: Google Ads, Iklan Media Sosial.

    • Forum Komunitas/Online Group: Berbagi konten di grup yang relevan.

    • Kerja Sama (Kolaborasi): Berkolaborasi dengan influencer atau organisasi lain untuk menjangkau audiens baru.

  3. Optimasi Konten: Pastikan konten dioptimalkan untuk setiap platform (misalnya, penggunaan hashtag yang tepat di media sosial, SEO untuk situs web).

  4. Promosi Aktif: Jangan hanya mengunggah dan diam. Promosikan konten secara aktif melalui berbagai saluran yang dipilih.

  5. Pemantauan dan Evaluasi: Lacak kinerja konten (berapa banyak yang melihat, mengklik, berinteraksi, berbagi) dan gunakan data ini untuk memperbaiki strategi di masa depan.

  6. Interaksi: Tanggapi komentar, pertanyaan, dan umpan balik dari audiens untuk membangun hubungan.

Singkatnya, diseminasi konten digital adalah tulang punggung dari setiap strategi komunikasi atau pemasaran digital. 


• Internet
    -- memanfaatkan teknologi digital untuk belajar/berbagi
• Sistem komputer (tingkat pradasar)
    -- 
• Keamanan informasi pribadi (SMP)
    -- memahami pentingnya data pribadi


Literasi dan Etika
Kecerdasan Artifisial

    1 • Konsep Kecerdasan Artifisial (tingkat pradasar)

Hai! Pernahkah kamu melihat robot atau karakter di video game yang bisa melakukan sesuatu seperti manusia? Misalnya, bisa menjawab pertanyaanmu atau bermain catur? Nah, itu semua berkat Kecerdasan Buatan atau yang sering disebut AI (Artificial Intelligence).

Bayangkan kalau kamu punya mainan robot. Kamu bisa menggerakkan robot itu dengan remote control. Tapi, robot itu cuma akan bergerak kalau kamu yang mengendalikannya.

Nah, Kecerdasan Buatan itu seperti 'otak' tambahan untuk robot. Otak ini tidak dibuat dari daging dan darah, tapi dari program komputer. Dengan 'otak' ini, robot atau komputer jadi bisa berpikir sendiri, belajar dari pengalamannya, dan membuat keputusan tanpa harus disuruh terus-menerus.

Contoh sederhananya, kamu punya aplikasi di HP yang bisa mengenali wajah. Saat kamu foto, aplikasi itu bisa tahu kalau itu wajahmu. Itu karena si aplikasi sudah belajar dari ribuan foto wajah lain, jadi dia bisa membedakan mana wajah dan mana bukan.

Jadi, gampangnya, Kecerdasan Buatan adalah cara membuat mesin, seperti komputer atau robot, menjadi pintar seperti manusia. Mereka bisa belajar, berpikir, dan memecahkan masalah sendiri. Keren, kan?

    2 • Cara kerja Kecerdasan Artifisial (tingkat pradasar)

Baik, mari kita bayangkan cara kerja Kecerdasan Buatan (AI) seperti seorang teman yang sedang belajar.

1. Belajar dari Contoh (Latihan)

Bayangkan kamu sedang mengajari temanmu untuk mengenali kucing.

  • Kamu memberikan banyak gambar kucing: Ada kucing warna putih, hitam, belang-belang, dan berbagai ukuran.

  • Kamu memberitahu temanmu: "Ini semua namanya kucing."

  • Temanmu mulai mengamati: Temanmu melihat ada telinga lancip, kumis, dan ekor di setiap gambar. Dia mulai hafal ciri-ciri itu.

Nah, AI juga begitu. Para ahli memberikan banyak sekali data (misalnya gambar) dan memberitahu AI apa itu. Semakin banyak data yang diberikan, semakin pintar AI-nya.

2. Mencari Ciri-Ciri Penting (Pola)

Setelah melihat banyak gambar kucing, temanmu sudah tahu apa saja ciri-ciri kucing.

  • Temanmu tidak lagi melihat satu gambar saja. Dia sudah bisa melihat pola atau ciri-ciri yang sama pada semua gambar kucing.

  • Kalau tiba-tiba kamu kasih gambar anjing, temanmu akan bilang, "Itu bukan kucing karena telinganya beda, kumisnya beda, dan suaranya juga beda."

AI juga melakukan hal yang sama. Ia menganalisis data untuk menemukan pola atau ciri-ciri penting. Dengan begitu, AI bisa membedakan mana kucing dan mana anjing.

3. Membuat Keputusan (Prediksi)

Sekarang, temanmu sudah pintar. Ketika kamu menunjukkan gambar hewan yang belum pernah dia lihat sebelumnya, temanmu bisa menebak.

  • Kamu tunjukkan gambar harimau.

  • Temanmu akan berpikir: "Hmm, ada kumis, ekor, telinga lancip... Mirip kucing, tapi ukurannya besar dan ada coraknya."

  • Dia akan membuat kesimpulan: "Ini pasti keluarga kucing, tapi jenisnya beda."

Inilah yang dilakukan AI. Setelah belajar dari banyak contoh dan menemukan pola, AI bisa membuat keputusan atau menebak sesuatu yang baru. Jadi, ketika kamu meminta AI untuk mengenali sebuah foto, ia akan mencari ciri-ciri yang sudah dipelajari dan memberitahumu itu gambar apa.

Jadi, cara kerja AI itu seperti belajar dari contoh, menemukan pola, lalu membuat keputusan. Mirip seperti kita saat belajar sesuatu yang baru!


    3 • Manfaat dan dampak Kecerdasan Artifisial pada kehidupan sehari-hari (SMP)
        -- Membuat aplikasi yang bermanfaat

    4  Etika (keadaban) penggunaan Kecerdasan Artifisial (SMP)
        -- Penggunaan KA yang bijakana bagi perkembangan anak didik



Pemanfaatan dan Pengembangan
Kecerdasan Artifisial
• Cara kerja Kecerdasan Artifisial
(tingkat pradasar)
    -- mengolah data



Metode Pembelajaran

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah atau problem-based learning adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah, serta menjadi pembelajar mandiri melalui keterlibatan dalam situasi nyata atau simulasi (Arends, 2012).
    -- membuat aplikasi ulangan sekolah (latihan soal ulangan)
    ---membuat aplikasi piket kelas

Pembelajaran Berbasis Projek (Project based Learning)
Pembelajaran berbasis projek atau project based learning adalah pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi siswa untuk memecahkan masalah tertentu secara berkelompok (Goodman & Stivers, 2010)
     -- membuat projek pengukur suhu ruangan ---> pegmbangan projek ke mesin peetas telur
     
-- membuat projek komunikasi radio dg  koding micro:bit

Contoh Masalah Koding dan KA pada Pembelajaran Berbasis Masalah

    SD (pra dasar)
        - Bagaimana merencanakan perjalanan ke sekolah dengan waktu tercepat?
        - Bagaimana mengampanyekan etika KA?

    SMP (dasar)
        - Bagaimana membantu menghitung waktu tempuh berkendara untuk jarak tertentu?
        - Bagaimana melindungi data pribadi dan identitas digital dalam menggunakan KA?

    SMA/SMK (menengah dan lanjut)
        - Bagaimana memeriksa kebenaran berita dengan memanfaatkan KA?


Contoh Projek Koding dan KA pada Pembelajaran Berbasis Projek
    Jenjang: SD (pradasar)
    Contoh projek koding:
        Pengembangan aplikasi gambar bergerak
    Contoh projek kecerdasan artifisial:
        Pengembangan kampanye penggunaan kecerdasan artifisial yang aman

Pembelajaran Inkuiri (Inquiry Learning)
Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2009), pembelajaran inkuiri (inquiry learningadalah model pembelajaran yang dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan yang dapat memadatkan proses ilmiah tersebut ke dalam periode waktu yang singkat. Pembelajaran inkuiri menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Pembelajaran Gamifikasi (Gamification)
Gamifikasi adalah penerapan elemen permainan untuk meningkatkan motivasi, partisipasi, dan keterlibatan peserta didik. Salah satu teori gamifikasi adalah Octalysis atau kerangka gamifikasi yang dicetuskan Yu-Kai Chou (2015).

Delapan core drives dalam kerangka Octalysis dan penerapannya dalam gamifikasi adalah
sebagai berikut:
1. Epic Meaning & Calling:
peserta didik diajak membangun sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sehingga memotivasi untuk belajar.
    -- membuat aplikasi absensi kelas
2. Development & Accomplishment:
peserta didik diberikan sertifikat atau pin sebagai penghargaan dari usaha yang dilakukan.
    -- membangun projek portfolio yang tersimpan di akun Scratch yang paling banyak membuat projek original mendapat penghargaan (misal dapat coklat)
3. Empowerment of Creativity & Feedback:
peserta didik diberikan keleluasaan untuk bereksperimen, berekspresi, dan diberikan umpan balik.
    -- melatih keberanian dan inovasi dalam membuat projek
4. Ownership & Possession:
peserta didik bertanggung jawab penuh akan hasil belajarnya dan diberikan ruang untuk mempublikasikannya.
    -- mencatat  projeknya masing-masing (projekyg tersmpandi akun Scratch)
5. Social Influence & Relatedness:
peserta didik didorong untuk berkolaborasi dalam belajar.
    -- membuat projek yg  berguna untuk di sekolah secara berrkelompok
6. Scarcity & Impatience:
peserta didik dapat memperoleh sesuatu yang tidak didapatkan peserta didik lain ketika mencapai suatu target atau melebihi ekspektasi.
    -- memberi penghargaan atas prestasi atau ikut lomba
7. Unpredictability & Curiosity
peserta didik diberikan hal-hal baru yang sulit ditebak untuk mendorong rasa ingin tahu.
    -- berani dan belajar memecahkan bug
8. Loss & Avoidance:
peserta didik diberikan konsekuensi jika tidak mencapai target tertentu untuk memancing usahanya.
    -- penghargaan pemompa samngat belajar
    -- pameran/membuat karya dan bisa dibeli

Pembelajaran Berbasis Internet (Internet-Based Learning)
Metode pembelajaran ini memanfaatkan konektivitas internet untuk mengakses materi, menggunakan perangkat lunak, dan berkomunikasi. Pembelajaran berbasis internet dapat menjadi salah satu pembelajaran alternatif yang menawarkan berbagai keuntungan bagi peserta didik, seperti fleksibilitas waktu dan tempat, kemudahan dalam mengakses sumber
belajar, serta tersedianya berbagai jenis media pembelajaran yang interaktif dan menarik (Riyanti dkk., 2023).

Pembelajaran Berbasis Perangkat Digital (Plugged Learning)
Metode pembelajaran ini memanfaatkan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) tertentu, seperti komputer, tablet, ponsel pintar, atau perangkat keras lain yang terhubung dengan komputer atau tablet. Salah satu contoh advance-nya adalah penggunaan sensor suara, kamera, mikrofon, yang terhubung dengan perangkat pemrograman untuk mendeteksi gerakan atau mengenal
pola. Melalui pendekatan ini, penerapan Koding dan KA dapat dilakukan melalui projek langsung.

Pembelajaran Tanpa Perangkat Digital (Unplugged Learning)
Metode pembelajaran tanpa perangkat digital merupakan pendekatan pembelajaran ilmu komputer yang berbasis aktivitas melalui simulasi, permainan, dan aktivitas fisik lainnya. Bell dkk. (2009)
Menjelaskan unplugged learning sebagai “belajar ilmu komputer tanpa komputer”. Pada pembelajaran Koding dan KA, pembelajaran ini dapat melibatkan penggunaan permainan papan, kartu, balok bersusun, atau aktivitas yang melibatkan gerakan fisik untuk memahami prinsip koding dan pengembangan algoritma, seperti mensimulasikan “robot/mesin” yang mampu berpikir dengan melibatkan peserta didik.

5. Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar (Gagne & Briggs, 1979).
- Perangkat digital
- Platform digital
- Modul interaktif
- Kartu/papan peraga

Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran adalah proses mengumpulkan informasi tentang pencapaian hasil belajar peserta didik untuk mengukur sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai dan memberikan umpan balik yang berguna dalam perbaikan proses pembelajaran. (Hamalik, 2002).

Strategi Penerapan Kebijakan Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial
1. Pendekatan Bertahap dalam Implementasi Kebijakan
2. Program Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Pelatihan Guru




-------------------
Kamus:

Intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran utama yang dilakukan di dalam kelas atau di lingkungan sekolah, yang sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Ini adalah bagian inti dari proses belajar mengajar di sekolah dan biasanya bersifat wajib bagi semua peserta didik.

Intrakurikuler: Wajib, inti pembelajaran di kelas, sesuai kurikulum, fokus pada akademik.
Kokurikuler: Wajib/terkait, di luar jam pelajaran, mendukung dan memperdalam intrakurikuler, bersifat kontekstual.
Ekstrakurikuler: Pilihan, di luar jam pelajaran, mengembangkan minat/bakat, bersifat non-akademik atau pelengkap.


------------

Literasi digital adalah kemampuan individu untuk menemukan, memahami, menggunakan, mengelola, membuat, dan mengomunikasikan informasi menggunakan teknologi digital secara bijak, kritis, etis, dan bertanggung jawab. Ini bukan hanya sekadar bisa mengoperasikan gawai atau komputer, tetapi juga meliputi pemahaman mendalam tentang bagaimana dunia digital bekerja dan bagaimana kita seharusnya berinteraksi di dalamnya.

Mengapa Literasi Digital Penting?

Di era digital seperti sekarang, literasi digital menjadi keterampilan yang sangat penting karena:

  • Banjirnya Informasi: Internet menyediakan informasi yang tak terbatas. Dengan literasi digital, kita bisa memilah mana informasi yang akurat, mana yang hoaks, dan mana yang relevan.

  • Keamanan Daring: Kemampuan untuk melindungi data pribadi, mengenali penipuan online (phishing), dan menghindari ancaman siber lainnya menjadi krusial.

  • Etika dan Budaya Digital: Memahami bagaimana berperilaku sopan dan bertanggung jawab di ruang digital, serta menghargai perbedaan budaya dalam interaksi daring.

  • Peningkatan Kemampuan Belajar dan Bekerja: Teknologi digital kini menjadi alat utama dalam pendidikan dan banyak bidang pekerjaan. Literasi digital memungkinkan kita belajar mandiri, berkolaborasi secara daring, dan meningkatkan produktivitas.

  • Partisipasi Aktif: Dengan literasi digital, seseorang dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat digital, menyuarakan pendapat, dan bahkan menciptakan konten positif.

Pilar-Pilar Literasi Digital

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI, literasi digital mencakup empat pilar utama:

  1. Keterampilan Digital (Digital Skill): Kemampuan teknis dalam menggunakan perangkat keras, perangkat lunak, dan aplikasi digital (misalnya, menggunakan smartphone, komputer, aplikasi editing, dll.).

  2. Budaya Digital (Digital Culture): Kemampuan untuk beradaptasi, berinteraksi, dan berpartisipasi di lingkungan digital dengan tetap memegang teguh nilai-nilai kebangsaan, Pancasila, dan kebhinekaan. Ini termasuk etika dan norma dalam berkomunikasi daring.

  3. Etika Digital (Digital Ethics): Kemampuan untuk menyadari, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari, termasuk memahami dampak dari jejak digital yang kita tinggalkan.

  4. Keamanan Digital (Digital Safety): Kemampuan untuk mengenali, menerapkan, dan meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi serta keamanan digital, seperti membuat kata sandi yang kuat, menghindari tautan mencurigakan, dan mengenali modus penipuan.

Contoh Penerapan Literasi Digital dalam Kehidupan Sehari-hari

Literasi digital dapat dilihat dalam berbagai aktivitas, seperti:

  • Pendidikan: Menggunakan platform e-learning untuk belajar, mencari sumber belajar di perpustakaan digital, berdiskusi di forum online, atau membuat presentasi digital.

  • Komunikasi: Berkomunikasi secara efektif dan aman melalui email, aplikasi pesan instan, atau media sosial, serta memahami privasi dalam percakapan daring.

  • Informasi: Mencari informasi kredibel di internet, membedakan berita asli dan hoaks, serta menggunakan mesin pencari secara efisien.

  • Finansial: Melakukan transaksi perbankan online atau menggunakan dompet digital dengan aman.

  • Kreativitas: Membuat konten digital seperti blog, video pendek, desain grafis sederhana, atau podcast.

Secara keseluruhan, literasi digital adalah fondasi penting bagi setiap individu untuk bisa beradaptasi dan berkembang di era yang serba digital ini, memastikan bahwa teknologi digunakan untuk kebaikan dan kemajuan, bukan sebaliknya.